Kamis, 18 Juni 2015

PENTINGNYA BERDHANA PUNIA DI JAMAN KALI YUGA



DHANA PUNIA


Om Swastyastu
Om Awighnam Astu Namo Siddham,
Om Ano Badrah Krtavo Vyantu Visvatah
Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru.

Marilah kita panjatkan puja dan puji syukur atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya kita dapat berkumpul dalam keadaan sehat.
Kepada pandhita yang saya muliakan dan pinandhita, kepada ketua parisadha kab. Tulang Bawang yang saya hormati, kepada ketua/tokoh adat/ banjar, kepada bapak atau Ibu umat sedharma yang saya hormati dan pemuda – pemudi Banjar Agung yang saya cintai.

Pada kesempatan ini izinkan saya menyampaikan sedikit pesan Dharma, pesan  dharma yang saya angkat berjudul “Yajna Dhana Punia di Jaman Kali Bagi Umat Hindu”.
Namun, Pada umumnya masih banyak umat hindu memberi arti yajna secara sempit setiap mendengar yajna  dalam benaknya selalu terbayang ada sesajen, asap dupa yang mengepul, bau bunga yang wangi semerbak ada puja asatawa oleh pemangku atau sulinggih, ada suara kidung dan tabuh gamelan yang meriah. Sehinga itu menjadikan suatu bayangan oleh umat sedharma dengan upacara keagamaan. Lalu apa pengertian yajna yang tepat?

Umat sedharma,
Yajna berasal dari kata sanskerta yang artinya suatu perbuatan yang dilakukan dengan penuh keiklasan dan kesadaran untuk melakukan persembahan kepada Brahman (Hyang Widhi). yajna yang tepat dan baik ada beberapa unsur mutlak yang terkandung dalam yajna, yaitu adanya;
1)      Perbuatan.
2)      Ketulusikhlasan.
3)      Kesadaran.
4)      Persembahan.
Yajna yang benar dan sesuai dengan sastra hindu yang dijelaskan berdasarkan kitab Suci Bhagavad Gita XVIII. 5 tersurat:
Yajna-dāna tapaḥ karma
Na tyājyaṁ kāryam eva tat,
Yajno dānaṁ tapaṥ caiva
Pāvanāni manīṣiṇām.
Artinya:
Beryajna, berdana dan tapa–brata, jangan diabaikan melainkan harus dilakukan, sebab yajna, berdana dan tapa-brata pensuci bagi orang arif bijaksana.

Semua perbuatan yang berdasarkan dharma dan dilakukan dengan tulus iklas bisa disebut yajna. Yang tergolong perbuatan yajna didalam Begawad Gita, yaitu:
1.      Belajar dan mengajar yang didasari ketulus iklasan dengan penuh pengabdian.
2.      Menyampaikan dan menyebarkan nilai luhur agama Hindu kepada umatnya.
3.      Membaca kitab suci Veda dan Sastra Agama.
4.      Melantunkan atau mengidungkan mantram-mantram kitab suci pada setiap upacara keagamaan, seperti mekidung, mekekawin dsb.
5.      Berdana punia untuk kepentingan pembinaan umat Hindu.
6.      Berbuat baik kepada sesama mahluk seperti memelihara atau menjaga dan mengasihinya.
7.      Menengok atau menjenguk orang yang meninggal dunia,serta berdana untuk keluarga yang ditinggalkan.
8.      Berdana punia untuk menigkatkan pendidikan khususnya kepada umat hindu, menjadi orang tua asuh mengentaskan kemiskinan dan kebodohan.
9.      Bertirtha yatra mengunjungi pura-pura atau tempat-tempat suci kemudian bersembhayang, berjapa dan meditasi.
10.  Mengendalikan hawa nafsu dan panca indrya.

Umat sedharma yang berbahagia,
Jelas bahwa yajna itu tidak terbatas pada kegiatan keagamaan saja. Upacara dan upakara seperti sesajen dan alat-alat upacara merupakan bagian dari yajna.dana punia pun merupakan bagia dari yajna.
Dana punia berasal dari dua kata yaituDana” dan “Punia” keduanya mempunyai arti yang sama yaitu pemberian atau sumbangan. Perbedaan terletak pada (pemberi) dan (penerima). Dana adalah sumbangan atau pemberian dari pihak yang lebih tua (dituakan) kepada yang lebih muda atau dari pihak yang jabatannya/ kedudukan yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah atau sederajat. Punia adalah pemberian atau sumbangan dari pihak yang lebih muda kepada pihak yang lebih tua (dituakan) atau pihak yang jabatannya lebih rendah kepada yang lebih tinggi (lebih dihormati). Dana punia tidak semata-mata sebagi balas jasa ataupun bujukan, melainkan karena perintah kitab suci Veda yang harus dilakukan dengan tulus ikhlas.

Umat sdharma yang saya cintai,
Bahwasannya dana punia sangat penting dan berguna untuk meningkatkan pendidikan kepada generasi muda hindu pada khususnya jika dana punia betul-betul tepat sasaran (objeknya). Kenapa demikian? karena untuk memajukan generasi kedepannya yaitu melalui pendidikan. Contohnya dengan kita mengangkat anak asuh untuk menyekolahkannya bagi yang kurang mampu, membangun tempat-tempat pendidikan seperti sekolah dasar sampai perguruan tinggi yang berbasis Hindu, membangun perkonomian dengan membuat koprasi unit desa (KUD) dan lain sebagainya. agar nantinya pemuda dan pemudi bisa mengembangkan kemampuannya selain itu dapat menyerap tenaga kerja khususnya generasi muda kita. Dengan semangat yang tinggi dan ketekunan dan selalu berdoa agar mendapat bimbingan dari Hyang Widhi (Brahman). Maka itulah yang dinamakan yajna dana punia, bukan hanya upakara yajnalah yang selalu besar-besaran bagaimana kita sebagai umat hindu dan sebgai warga Negara Indonesia yang baik untuk membantu memerangi kebodohan dan kemiskinan di jaman sekarang ini (jaman kali). Dalam kitab suci Veda Smerti, Sarasamuscaya sloka 262. Tersurat bahwa:



Ekenamcena dharmathah
Kartavyo bhutimicchata,
Ekenamcena kamartha
Ekamamcam vivirddayet.

Aritnya :
Demikianlah duduknya, maka di bagi tiga (hasil usaha itu) yang satu bagian guna biaya mencapai dharma, bagian kedua untuk memenuhi  kama, bagian yang ketiga untuk melakukan usaha dalam bidang artha, ekonomi agar berkembang kembali, demikian duduknya, maka di bagi tiga, kalau ingin memperoleh kebahagian.

Dalam sloka tersebut tersurat, bahwa memperoleh artha (penghasilan) hendaknya berdasarkan dharma, kemudian dibagai menjadi tiga. Kegiatan apa yang termasuk dharma, sehinga berdana-punia yang besarnya 1/3 dari jumlah penghasilan? Ajaran agama hindu pada umumnya membagi dharma (ajaran rohani dan kesusilaan) menjadi 6 bagian, yaitu:
1.      Sila                  : kebajikan atau kesusilaan
2.                              Yajna               : persembahan atau pengorbanan suci yang tulus ikhlas.
3.      Tapa                : pengendalian ( pengekangan ) diri.
4.      Wrata              : menghindari kehidupan duniawi yang berlebihan.
5.      Yoga               : cara menghubungkan diri kehadapan Brahman agar
dapat   menyatukan Atman dengan Brahman.
6.      Samadhi          : menyatukan atman dengan paramatman.

Mengenai kesadaran berdana-punia umat hindu masih tergolong rendah sekali, termasuk umat hindu yang ekonominya sudah mampu atau mapan. Dana punia ini sangat besar manfaatnya dapat digunakan untuk kepentingan pembinaan umat hindu. Dapat berguna untuk membeli pustaka atau buku-buku agama dan lainnya, sebagai referensi/ pedoman dalam kehidupan bermasyarakat yang pastinya kepentingan umum. Memang ada beberapa yang tidak pelit kalau sudah urusan membangun pura. Selain kita membangun pura juga melakukan Tirtha Yatra, karna itu merupakan pensucian dari Yajna dan dapat mensucikan rohani dan jasmani, di dalam sarasamuscaya sloka 279.

Umat sedharma yang berbahagia,
Orang yang tidak mau membagi penghasialannya dalam bentuk dana punia, mereka termasuk orang yang loba (rakus). Dalam kitab suci Bhagavad Gita sloka XVI. 21. Tersurat:

Trividham narakasye’dam
Dwaram nasanam atmanah,
Kamah krodhas tatha lobhas
Tasmad etat trayam tyajet.
Artinya:
Ini pintu gerbang ke neraka, jalan menuju jurang kehancuran diri, ada tiga yaitu kama, krodha dan loba. Oleh karena itu, ketiga-tiganya harus ditinggalkan.

Umat sedharma yang saya cintai
Maka lakukanlah kewajiban berdana punia, walaupun sekecil apapun hasil yang diperoleh tiap bulannya. Sebab, dana-punia tidak boleh diabaikan. Hal yang perlu kita ingat adalah dalam menjalani hidup ini, janganlah memenuhi keinginan sendiri saja, sebab orang seperti itu tidak ada karma-wasananya (kekaryaannya) padahal hidup didunia ini untuk memperbaiki diri atau menyempurnakan diri dengan berbuat baik yang sesuai dengan ajaran Veda.
Berdana merupakan sangatlah penting dalam hidup didunia ini, karna kita adalah mahluk sosial yang saling tolong-menolong untuk pembinaan generasi hindu kedepannya pada jaman kali-yuga.
Demikianlah pesan Dharma yang saya sampaikan, mudah-mudahan dapat bermanfat bagi kita semua,jika ada kata-kata saya yang kurang berkenan dihati umat sedharma saya mohon maaf dan kepada Brahman saya mohon ampun.

Om Santih Santih Santih Om


SEMBILAN JALAN BHAKTI (NAVA VIDA BHAKTI)



JALAN BHAKTI


Om Swastyastu,
Om Awighnam Astu Namo Siddham

Umat sedharma
Pada kesempatan ini pesan dharma yang saya angkat ”Jalan Bhakti  judul ini yang saya angkat dari sloka IV-11. yang di kutib dari kitab suci bhagawad gita,

Ye yathā māṁ prapadyante
tāṁs tathaiva bhajāmy aham,
Mama vartmānuvartante
manușyāḥ pārtha sarvaśaḥ.
Artinya:

Jalan apapun orang memuja-Ku,  pada jalan yang sama Aku memenuhi keinginannya, wahai partha, karena pada semua jalan yang ditempuh mereka, semuanya jalan-Ku.

Bhakti di ambil dari kata ’bhaj’ yang berarti melayani Tuhan, yaitu keterikatan kasih kepada tuhan ((parama prema rupa). Kasih sayang yang di sertai tulus iklas tanpa mengharapkan hasil, dimana segala kegiatan kerja sepenuhnya di persembahkan kepada gurunya guru.
Bhakti dalam bhagawad gita adalah lebih menekankan pada kerendahan hati, kesabaran, kesipan untuk melayani, keharuman dan cinta kasih sayang yang lembut, karena sipenyembah berkeinginan untuk memasrahkan dirinya, mengesampingkan kehendak dirinya.
Dalam bhagawata purana (VII. 5. 23) dalam bukunya yajna dan bhakti ketut Wiana (1995:133) di sebutkan ada sembilan jalan bhakti yang patut dilaksanakan, yaitu:

Srawanam kirtanam visnah
Smaranam pada sevanam
Archanam vandanam dasyam
Sakhyam atmanivandanam




Umat sedharma
Ada beberapa jalan bhakti,

1. Srawanam
Srawanam berasal dari kata ”sru” artinya mendengar. Sedangkan ”nam” artinya memuja. Srawanam adalah memuja Brahman dengan jalan mendengar cerita-cerita suci dan mantram-mantram Veda.
2. Kirtanam
Kirtanam artinya berbhakti dengan jalan melantunkan kidung-kidung suci keagamaan yang berisi pujuan terhadap kemaha kuasaan dan keagungan Brahman dengan berulang-ulang. Dengan kita melantunkan kidung suci di harapkan dapat menghasilkan getaran-getaran suci.

3. Smaranam
Smaranam berasal dari urat kata ’Smrt” yang berarti mengingat. Semaranam disini dimaksudkan adalah berbhakti kehadapan Brahman dengan jalan selalu mengiat brahman atas manifestasinya, supaya getaran dan kemaha kuasaan Brahman berpengaruh kuat pada diti kita. Dengan kita mengingat kebesaran Tuhan pikiran akan selalu tersucikan, agar pengaruh-pengaruh yang bersifat kurang baik dapat kita hindarkan dan kita mencegah. Mengigat dan memuja Brahman dengan setiap hari akan memberikan pengaruh yang spiritual yang luar biasa walaupung kita sebagai manusia selalu sering berbuat salah dan khilap namun dengan kita mengiat nama Tuhan smoga kita dijalan Dharma.

4. Archanam
Archanam berasal dari kata ”Arca” yang artinya pemujaan denga rasa hormat  melalui arca atau pratima (gambar,lambang atau simbul) yang sudah tersucikan
Memalaui upacara atau yang lainnya.





5 Wandanam
Wandanam adalah jalan bhakti dengan jalan membaca cerita-cerita suci, membaca sloka, membaca mantram kitab suci Veda dengan penuh keikhlasan yang ber tujuan untuk mendapatakan kejernihan pikiran ketenangan jiawa kedamaian hati.

6. Dasyam
Dasyam artinya melayani atau mengabdi kepada Brahman dengan rasa tulus ikhlas. Dalam praktek kehidupan  di masyarakat dalam bentuk nagayah di pura, gotong royong, karena ngayah dalam bentuk perbuatan nyata yang merupakan perewujudan jalan bhakti kepada Brahman.

7. Padasewanam
Berasal dari kata ”pada” yang artinya kaki dan ”sewa” artinya melayani, sedangkan, ”nam” artinya memuja. Pada sewanam ialah berbhakti kepada dengan jalan mengabdi kehadapan  Brahman yang mengabdi pada kaki padma.

8. Sakyanam
Berasal dari kata ”sakha” yang artinya sahabat. Jadi sakhyanam adalah jalan bhakti  kehadapan brahman seperti teman dan sahabat dekat, yang selalu rindu dan cinta kepada-Nya setiap waktu.

9. Atmanivandanam
Yang artinya pemujaan yang dilakukan dengan penyerahan diri sepenuhnya kehadapan Brahman. Penyerahan ini seperti seekor anak kera yang erat-erat berpegangan pada perut induknya tanpa rasa takut walaupun melompat kemana-mana. Demikian pula manusia kepada Brahman, yang sepenuhnya menyerahakan diirinya kepada Brahman yang berpegang teguh atas kemaha kuasaan dan keagungan beliau. Melalui semua ajaran – ajaran di dakan kitab suci Veda.

BHAKTI dapat menimbulkan keinginan untuk berkorban
Seperti seseorang yang jatuh cinta dan selalu rindu ingin bertemu dengan kekasihnya selain itu keinginan untuk berbuat sesuatu yang dapat menyenagkan  kekasihnya walaupun ia belum memintanya. Demikia pual umat hindu, mereka mempersembahkan yang paling baik dan indah kehadapan Brahman.
Umat se-dharma

BHAKTI dapat melahirkan rasa seni, karena bhakti manusia kepada Brahman maka munculah bermacam-macam seni seperti seni tari, seni tabuh, seni lukis, seni ukir/pahat, seni sastra, seni bangunan dan sebgainya. Tempat suci pura dibangun dengan dengan indah disertai hiasanukiran-ukiran yang sangat mengagumkan. Pada penjor dipasangpun mempunyai nilai seni. BHAKTI melenyapkan rasa benci dan marah, ia tidak akan menyakiti perasaan orang lain. Selalu ramah tamah kepada setiap orang tanpa membedakan-bedakan simiskin atau kaya, buruk atau rendah, tinggi atau pendek.

OM SANTIH SANTIH SANTIH OM

MAKNA HARI RAYA GALUNGAN

BRATA GALUNGAN
 Sebuah pendakian spiritual untuk mencapai kebahagian dan  kedamaian abadi “
                       Oleh : I Wayan Sudarma,(Shri Danu Dharma P.)

Setiap menjelang hari Raya Galungan, pastilah kita sering menerima  dan mengirim-membuat ucapan selamat baik secara langsung maupun melalui media, seperti surat kabar, majalah, TV, SMS, dsb. Jika dibaca dan dihayati ucapan itu begitu Indah dan melankolis. Tapi yang ada sesunguhnya kita lebih banyak  membohongi diri sendiri, karena apa yang kita ucapkan dan kita buat kita belum bias melakukannya atau belum dapat meraihnya, yaitu jadi Pemenang atas Dharma Jati Diri melawan Adharma yang ada dalam diri ini juga.



Kata Galungan berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti ; menang atau bertarung. Galungan juga sama artinya dengan Dungulan dalam Bahasa Bali Kuno. Hari Raya Galungan sudah dirayakan terlebih dahulu di tanah Jawa, ini sesuai dengan lontar berbahasa Jawa Kuno yaitu : Kidung Panji Amalat Rasmi. Di Bali  Hari Raya Galungan untuk pertama kali dilaksanakan pada Hari Purnama Kapat , Budha Kliwon Dungulan tahun Saka 804 atau tahun 882 Masehi ini sesuai dengan lontar "Purana Bali Dwipa"

Makna Filossofis Galungan
Galungan adalah suatu upacara sakral yang memberikan kekuatan spritual agar mampu membedakan mana dorongan hidup yang berasal dari Adharma dan mana dari Budhi Atma yaitu : Suara Kebenaran (Dharma) dalam diri manusia. Disamping  itu juga berarti kemampuan untuk membedakan kecendrungan keraksasaan (asura sampad) dan kecendrungan kedewaan (dewa sampad) karena hidup yang berbahagia atau ananda adalah hidup yang memiliki kemampuan untuk menguasai kecenderungan keraksasaan. Dalam lontar Sunarigama dijelaskan rincian upacara Hari Raya Galungan sebagai berikut : "Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan bersatunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacuan pikiran" Jadi inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapatkan pikiran dan pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacuan pikiran (byaparaning idep) adalah wujud Adharma. Kesimpulan dari lontar Sunarigama; bahwa Galungan adalah kemenangan Dharma  melawan Adharma.

Namun kemudian muncul pertanyaan untuk kita semua; setelah sekian lama umat Hindu merayakan Galungan setiap enam bulan sekali, Apakah umat Hindu sudah menang ? kemenangan seperti apa ?, mengapa moralitas kita sekarang semakin menurun, seolah-olah Adharmalah yang menjadi pemenang !?. Jika direnungkan berarti selama ini kita telah melakukan kekeliruan interpretasi terhadap hari Raya Galungan, sehingga pesan terdalam yang menjadi ROH dari Galungan hilang tak berbekas, karena kita baru besar pada ritual atau berupacara saja, tetapi belum bisa memaknainya sebagai media untuk merubah diri dari Avidya menuju Vidya agar menjadi Vijnanam  untuk mencapai Anandam
Pesan Rohani Galungan
“Perangilah musuh dalam dirimu, hingga Engkau layak merayakan Galungan”

A.        Sugihan Jawa atau Sugihan Jaba yaitu ;
Sebuah kegiatan rohani dalam rangka menyucikan bhuana agung (makrocosmos) yang jatuh pada hari Kamis Wage Sungsang. Kata Sugihan berasal dari urat kata Sugi yang artinya membersihkan dan Jaba artinya luar, dalam lontar Sundarigama dijelaskan: bahwa Sugihan Jawa merupakan  "Pasucian dewa kalinggania pamrastista bhatara kabeh" (pesucian dewa, karena itu hari penyucian semua bhatara). Pelaksanaan upacara ini dengan membersihkan alam lingkungan, baik pura, tempat tinggal, dan peralatan upacara di masing-masing tempat suci. Dan yang terpenting adalah membersihkan badan phisik dari debu kotoran dunia Maya, agar layak dihuni oleh Sang Jiwa Suci sebagai Brahma Pura.

B.         Sugihan Bali
Bali dalam bahasa Sansekerta berarti kekuatan yang ada dalam diri. Jadi Sugihan Bali memiliki makna yaitu menyucikan diri sendiri sesuai dengan lontar sunarigama: "Kalinggania amrestista raga tawulan" (oleh karenanya menyucikan badan jasmani-rohani masing-masing /mikrocosmos) yaitu dengan memohon tirta pembersihan /penglukatan. Manusia tidak saja terdiri dari badan phisik tetapi juga badan rohani (Suksma Sarira dan Antahkarana Sarira). Persiapan phisik dan rohani adalah modal awal yang harus diperkuat sehingga sistem kekebalan tubuh ini menjadi maksimal untuk menghadapi musuh yang akan menggoda pertapaan kita.

C.          Panyekeban – puasa I
Jatuh pada hari Minggu Pahing Dungulan.
Panyekeban artinya mengendalikan semua indrya dari pengaruh negatif, karena hari ini Sangkala Tiga Wisesa turun ke dunia untuk mengganggu dan menggoda kekokohan manusia dalam melaksanakan Hari Galungan. Dalam Lontar Sunarigama disebutkan : "Anyekung Jnana" artinya mendiamkan pikiran agar tidak dimasuki oleh Bhuta Galungan dan juga disebutkan "Nirmalakena" (orang yang pikirannya yang selalu suci) tidak akan dimasuki oleh Bhuta Galungan. Melihat pesan Panyekeban ini mewajibkan umat Hindu untuk mulai melaksanakan Brata atau Upavasa sehingga pemenuhan akan kebutuhan semua Indriya tidak jatuh kedalam kubangan dosa; pikirkan yang baik dan benar, berbicara kebenaran, berprilaku bijak dan bajik, mendengar kebenaran, menikmati makanan yang sattvika, dan yang lain, agar tetap memiliki kekuatan untuk menghalau godaan Sang Mara. Jadi tidak hanya nyekeb pisang atau tape untuk banten

D.         Penyajan – puasa II
Artinya hari ini umat mengadakan Tapa Samadhi dengan pemujaan kepada Ista Dewata. Penyajan dalam lontar Sunarigama disebutkan : "Pangastawaning Sang Ngamong Yoga Samadhi" upacara ini dilaksanakan pada hari Senin Pon Dungulan. Dengan Wiweka dan Winaya, manusia Hindu diajak untuk dapat memilah kemudian memilih yang mana benar dan salah, yang mana boleh dan tidak boleh, yang mana hak dan yang bukan hak.bukan semata-mata membuat kue untuk upacara

E      Penampahan – puasa III
Berasal dari kata tampah atau sembelih artinya ; bahwa pada hari ini manusia melakukan pertempuran melawan Adharma, atau hari untuk mengalahkan Bhuta Galungan dengan upacara pokok yaitu Mabyakala yaitu; membayar kepada Bhuta Kala . Makna sesungguhnya dari hari penampahan ini adalah memangkas dan mengeliminir sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri, bukan semata-mata membunuh hewan korban, karena musuh sebenarnya ada di dalam diri, bukan di luar termasuk sifat hewani tersebut. Ini sesuai dengan lontar Sunarigama yaitu ; "Pamyakala  kala malaradan" artinya membayar hutang kepada ruang dan waktu . Bhuta = ruang , Kala = waktu , jadi Bhuta kala adalah ruang dan waktu, jadi harus diharmonisasi karena kita hidup diantara keduanya termasuk Atma hidup di antara ruang dan waktu jasmani yang diliputi oleh Bhuta. Inilah puncak dari Brata dan Upavasa umat Hindu, bertempur melawan semua bentuk Ahamkara - kegelapan yang bercokol dalam diri. Selama ini justru sebagain besar dari kita malah berpesta pora makan, lupa terhadap jati diri, menikmati makanan, mabuk. Sehingga bukan Nyomya Bhuta Kala- Nyupat Angga Sarira, malah kita akhirnya menjelma jadi Bhuta itu sendiri. Dengan demikian bagaimana mau jadi pemenang malah jadi pecundang.

F          Galungan – lebar puasa
Hari kemenangan dharma terhadap adharma setelah berhasil mengatasi semua godaan selama perjalan hidup ini, dan merupakan titik balik agar manusia senantiasa mengendalikan diri dan berkarma sesuai dengan dharma dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan dalam usaha mencapai anandam atau jagadhita dan moksa serta shanti dalam hidup sebagai mahluk yang berwiweka.

G         Manis Galungan
Setelah merayakan kemenangan , manusia merasakan nikmatnya (manisnya) kemenangan dengan mengunjungi sanak saudara dengan penuh keceriaan, berbagi suka cita, mengabarkan ajaran kebenaran betapa  nikmatnya bisa meneguk kemenangan. Jadi hari ini umat Hindu wajib mewartakan-menyampaikan pesan dharma kepada semua manusia inilah misi  umat  Hindu: Dharma Vada- menyampaikan ajaran kebenaran dengan Satyam Vada – mengatakan dengan kesungguhan daan kejujuran. “ kabarkan kebenaran ini kepada mereka yang masih tersesat agar kembali ke ajaran Dharma, sampaikan kepada mereka  wahai putra Utama”- janganlah malahan Engkau yang menjadi  manusia tersesat dan kesasar dengan meninggalkan Dharma”!!

H         Pemaridan Guru
Jatuh pada hari Sabtu Pon Dungulan, maknyanya pada hari ini dilambangkan dewata kembali ke sorga dan meninggalkan anugrah berupa kadirgayusan yaitu ; hidup sehat umur panjang dan hari ini umat menikmati waranugraha dari dewata. Demikian makna Hari Raya Galungan sebagai hari pendakian spritual dalam mencapai kemenangan /wijaya dalam hidup ini ditinjau dari sudut pelaksanaan upacara dan filosofisnya.



“ Anda mau jadi pemenang sejati ? Jangan pura-pura menang dan seoalah-olah sudah melakukan pesan Galungan dengan taat.
“Kalau anda tidak mulai saat ini? Kapan lagi, apa menunggu anda menjadi tua, itu kalau Anda sempat menjadi Tua, kalau tidak, sia-sialah hidup Anda yang bagaikan kilatan petir”

“Sampaikanlah kebenaran dengan cara menyenangkan, tapi jangan menyenangi ketidakbenaran walau itu menyenangkan Anda - Raih kemenangan bukan kepalsuan”

Let’s Do It Now
Or
Not For Ever