BRATA GALUNGAN
Sebuah pendakian spiritual untuk mencapai
kebahagian dan kedamaian abadi “
Oleh
: I Wayan Sudarma,(Shri Danu Dharma P.)
Setiap menjelang hari Raya Galungan, pastilah kita sering
menerima dan mengirim-membuat ucapan
selamat baik secara langsung maupun melalui media, seperti surat kabar,
majalah, TV, SMS, dsb. Jika dibaca dan dihayati ucapan itu begitu Indah dan
melankolis. Tapi yang ada sesunguhnya kita lebih banyak membohongi diri sendiri, karena apa yang kita
ucapkan dan kita buat kita belum bias melakukannya atau belum dapat meraihnya,
yaitu jadi Pemenang atas Dharma Jati Diri
melawan Adharma yang ada dalam diri ini juga.
Kata Galungan berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti ; menang atau
bertarung. Galungan juga sama artinya dengan Dungulan dalam Bahasa Bali Kuno. Hari
Raya Galungan sudah dirayakan terlebih dahulu di tanah Jawa, ini sesuai dengan
lontar berbahasa Jawa Kuno yaitu : Kidung Panji Amalat Rasmi. Di Bali Hari Raya Galungan untuk pertama kali dilaksanakan
pada Hari Purnama Kapat , Budha Kliwon Dungulan tahun Saka 804 atau tahun 882 Masehi
ini sesuai dengan lontar "Purana Bali Dwipa"
Makna
Filossofis Galungan
Galungan adalah suatu upacara sakral yang memberikan kekuatan spritual agar
mampu membedakan mana dorongan hidup yang berasal dari Adharma dan mana dari
Budhi Atma yaitu : Suara Kebenaran (Dharma) dalam diri manusia. Disamping itu juga berarti kemampuan untuk membedakan
kecendrungan keraksasaan (asura sampad) dan kecendrungan kedewaan (dewa sampad)
karena hidup yang berbahagia atau ananda adalah hidup yang memiliki kemampuan
untuk menguasai kecenderungan keraksasaan. Dalam lontar Sunarigama dijelaskan
rincian upacara Hari Raya Galungan sebagai berikut : "Rabu Kliwon
Dungulan namanya Galungan, arahkan bersatunya rohani supaya mendapatkan
pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacuan pikiran" Jadi
inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapatkan pikiran dan
pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud
dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacuan pikiran (byaparaning idep) adalah wujud Adharma. Kesimpulan dari
lontar Sunarigama; bahwa Galungan adalah kemenangan Dharma melawan Adharma.
Namun kemudian muncul pertanyaan untuk kita semua; setelah sekian lama umat
Hindu merayakan Galungan setiap enam bulan sekali, Apakah umat Hindu sudah
menang ? kemenangan seperti apa ?, mengapa moralitas kita sekarang semakin
menurun, seolah-olah Adharmalah yang menjadi pemenang !?. Jika direnungkan
berarti selama ini kita telah melakukan kekeliruan interpretasi terhadap hari
Raya Galungan, sehingga pesan terdalam yang menjadi ROH dari Galungan hilang
tak berbekas, karena kita baru besar pada ritual atau berupacara saja, tetapi
belum bisa memaknainya sebagai media untuk merubah diri dari Avidya menuju Vidya agar menjadi Vijnanam untuk mencapai Anandam
Pesan Rohani
Galungan
“Perangilah musuh dalam dirimu, hingga Engkau layak merayakan Galungan”
A. Sugihan Jawa atau Sugihan Jaba yaitu ;
Sebuah kegiatan rohani dalam rangka
menyucikan bhuana agung (makrocosmos) yang jatuh pada hari Kamis Wage Sungsang.
Kata Sugihan berasal dari urat kata Sugi yang artinya membersihkan dan Jaba
artinya luar, dalam lontar Sundarigama dijelaskan: bahwa Sugihan Jawa
merupakan "Pasucian dewa
kalinggania pamrastista bhatara kabeh" (pesucian dewa, karena itu hari
penyucian semua bhatara). Pelaksanaan upacara ini dengan membersihkan alam
lingkungan, baik pura, tempat tinggal, dan peralatan upacara di masing-masing
tempat suci. Dan yang terpenting adalah
membersihkan badan phisik dari debu kotoran dunia Maya, agar layak dihuni oleh
Sang Jiwa Suci sebagai Brahma Pura.
B. Sugihan Bali
Bali dalam bahasa Sansekerta berarti
kekuatan yang ada dalam diri. Jadi Sugihan Bali memiliki makna yaitu menyucikan
diri sendiri sesuai dengan lontar sunarigama: "Kalinggania amrestista
raga tawulan" (oleh karenanya menyucikan badan jasmani-rohani
masing-masing /mikrocosmos) yaitu dengan memohon tirta pembersihan
/penglukatan. Manusia tidak saja terdiri dari badan phisik tetapi juga badan
rohani (Suksma Sarira dan Antahkarana Sarira). Persiapan phisik dan rohani
adalah modal awal yang harus diperkuat sehingga sistem kekebalan tubuh ini
menjadi maksimal untuk menghadapi musuh yang akan menggoda pertapaan kita.
C. Panyekeban – puasa I
Jatuh pada hari Minggu Pahing Dungulan.
Panyekeban artinya mengendalikan semua
indrya dari pengaruh negatif, karena hari ini Sangkala Tiga Wisesa turun ke
dunia untuk mengganggu dan menggoda kekokohan manusia dalam melaksanakan Hari
Galungan. Dalam Lontar Sunarigama disebutkan : "Anyekung Jnana"
artinya mendiamkan pikiran agar tidak dimasuki oleh Bhuta Galungan dan juga
disebutkan "Nirmalakena" (orang yang pikirannya yang selalu suci)
tidak akan dimasuki oleh Bhuta Galungan. Melihat pesan Panyekeban ini
mewajibkan umat Hindu untuk mulai melaksanakan Brata atau Upavasa sehingga
pemenuhan akan kebutuhan semua Indriya tidak jatuh kedalam kubangan dosa;
pikirkan yang baik dan benar, berbicara kebenaran, berprilaku bijak dan bajik,
mendengar kebenaran, menikmati makanan yang sattvika, dan yang lain, agar tetap
memiliki kekuatan untuk menghalau godaan Sang Mara. Jadi tidak
hanya nyekeb pisang atau tape untuk
banten
D. Penyajan –
puasa II
Artinya
hari ini umat mengadakan Tapa Samadhi dengan pemujaan kepada Ista Dewata.
Penyajan dalam lontar Sunarigama disebutkan : "Pangastawaning Sang
Ngamong Yoga Samadhi" upacara ini dilaksanakan pada hari Senin Pon
Dungulan. Dengan Wiweka dan
Winaya, manusia Hindu diajak untuk dapat memilah kemudian memilih yang mana
benar dan salah, yang mana boleh dan tidak boleh, yang mana hak dan yang bukan
hak.bukan semata-mata membuat kue untuk upacara
E Penampahan
– puasa III
Berasal
dari kata tampah atau sembelih artinya ; bahwa pada hari ini manusia melakukan
pertempuran melawan Adharma, atau hari untuk mengalahkan Bhuta Galungan
dengan upacara pokok yaitu Mabyakala yaitu; membayar kepada Bhuta Kala
. Makna sesungguhnya dari hari penampahan ini adalah memangkas dan mengeliminir
sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri, bukan semata-mata membunuh hewan
korban, karena musuh sebenarnya ada di dalam diri, bukan di luar termasuk sifat
hewani tersebut. Ini sesuai dengan lontar Sunarigama yaitu ; "Pamyakala kala malaradan" artinya membayar
hutang kepada ruang dan waktu . Bhuta = ruang , Kala = waktu , jadi Bhuta kala
adalah ruang dan waktu, jadi harus diharmonisasi karena kita hidup diantara
keduanya termasuk Atma hidup di antara ruang dan waktu jasmani yang diliputi
oleh Bhuta. Inilah puncak dari Brata dan Upavasa umat Hindu, bertempur melawan
semua bentuk Ahamkara - kegelapan yang bercokol dalam diri. Selama ini justru
sebagain besar dari kita malah berpesta pora makan, lupa terhadap jati diri,
menikmati makanan, mabuk. Sehingga bukan Nyomya Bhuta
Kala- Nyupat Angga Sarira,
malah kita akhirnya menjelma jadi Bhuta itu sendiri. Dengan demikian bagaimana
mau jadi pemenang malah jadi pecundang.
F Galungan
– lebar puasa
Hari
kemenangan dharma terhadap adharma setelah berhasil mengatasi semua godaan
selama perjalan hidup ini, dan merupakan titik balik agar manusia senantiasa
mengendalikan diri dan berkarma sesuai dengan dharma dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup dan dalam usaha mencapai anandam
atau jagadhita dan moksa serta shanti dalam hidup sebagai mahluk yang
berwiweka.
G Manis Galungan
Setelah
merayakan kemenangan , manusia merasakan nikmatnya (manisnya) kemenangan dengan
mengunjungi sanak saudara dengan penuh keceriaan, berbagi suka cita, mengabarkan ajaran kebenaran betapa nikmatnya bisa meneguk kemenangan. Jadi hari
ini umat Hindu wajib mewartakan-menyampaikan pesan dharma kepada semua manusia
inilah misi umat Hindu: Dharma
Vada- menyampaikan ajaran kebenaran dengan Satyam Vada
– mengatakan dengan kesungguhan daan kejujuran. “ kabarkan kebenaran ini kepada mereka yang masih tersesat agar kembali
ke ajaran Dharma, sampaikan kepada mereka
wahai putra Utama”- janganlah malahan Engkau yang menjadi manusia tersesat dan kesasar dengan
meninggalkan Dharma”!!
H Pemaridan Guru
Jatuh
pada hari Sabtu
Pon Dungulan,
maknyanya pada hari ini dilambangkan dewata kembali ke sorga dan meninggalkan
anugrah berupa kadirgayusan yaitu ; hidup sehat umur panjang dan hari ini umat
menikmati waranugraha dari dewata. Demikian makna Hari Raya
Galungan sebagai hari pendakian
spritual dalam mencapai kemenangan /wijaya dalam hidup ini ditinjau dari sudut
pelaksanaan upacara dan filosofisnya.
“ Anda mau jadi pemenang sejati ? Jangan pura-pura
menang dan seoalah-olah sudah melakukan pesan Galungan dengan taat.
“Kalau anda
tidak mulai saat ini? Kapan lagi, apa menunggu anda menjadi tua, itu kalau Anda
sempat menjadi Tua, kalau tidak, sia-sialah hidup Anda yang bagaikan kilatan
petir”
“Sampaikanlah
kebenaran dengan cara menyenangkan, tapi jangan menyenangi ketidakbenaran walau
itu menyenangkan Anda - Raih kemenangan bukan kepalsuan”
Let’s Do It
Now
Or
Not For
Ever
Tidak ada komentar :
Posting Komentar